Setiap mahasiswa pasti memiliki Nomor Induk Mahasiswa (NIM) sebagai nomor identitas di perguruan tinggi tempat mengenyam pendidikan. Prof. Ir. Hardjoso Prodjopangarso, beliaulah pemilik Nomor Induk Mahasiswa 001 dan merupakan mahasiswa pertama yang tercatat di Universitas Gadjah Mada. Banyak karya beliau yang bermanfaat untuk rakyat dan masih digunakan sampai saat ini.
Prof. Hardjoso lahir di Surakarta pada tanggal 9 Mei 1923, tepat 97 tahun yang lalu. Masa kanak-kanak beliau banyak dihabiskan di Surakarta. Pada tahun 1937 beliau menuntaskan pendidikan dasar di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Purbayan, Surakarta. Setelah beranjak remaja beliau pindah ke Jakarta dan menyelesaikan pendidikan di RK Meer Uitbreid Lager Onderwijs (MULO) dan Sekolah Menengah Teknologi di Jakarta.
Pada tahun 1946, Hardjoso muda menjadi yang pertama tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik Bandung di Yogyakarta yang merupakan cikal bakal Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Beliau memiliki kebanggaan tersendiri terkait hal dan kerap diceritakan kepada para mahasiswanya di tengah perkuliahan. Kiprah Hardjoso muda dalam perang mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda sudah dimulai sejak pertama kali kuliah. Hardjoso muda masuk dalam Korps Mahasiswa Kompi M, Brigade Tujuh Belas dengan pangkat terakhir letnan satu. Saat itu, Hardjoso mudalah yang merampas dan membawa mobil Jeep Jepang untuk mengantarkan obat-obatan Prof. Sardjito ke PMI (Kagama.co). Tahun 1950, Hardjoso muda mengalami demobilisasi yaitu perpindahan status dari militer ke sipil, dan kembali melanjutkan aktivitas sebagai mahasiswa UGM. Tahun 1953, beliau memperoleh gelar insinyur Teknik Sipil dan bekerja di Departemen Kesehatan selama lima tahun. Pada tahun 1958 beliau mulai menjalani profesi sebagai dosen di Universitas Gadjah Mada.
Prof. Hardjoso mengajukan pensiun dini sebagai dosen pada usia 56 tahun dengan tujuan supaya lebih leluasa melakukan perjalanan keliling Indonesia dan melihat keadaan di lapangan. Melalui kegemaran meninjau ke daerah, Prof. Hardjoso menghasilkan banyak karya yang bermanfaat untuk rakyat dan masih digunakan sampai sekarang.
Prof. Hardjoso banyak menghasilkan karya di bidang pemeliharaan teknologi dan ekologi. Pada Tanggal 19 Februari 1971 Prof. Hardjoso yang pada saat itu merupakan Guru Besar Fakultas Teknik UGM memberikan pidato pengukuhan tentang “Beberapa Cara Mendapatkan Air Minum di Indonesia”, menunjukkan pandangan visioner beliau bahwa dalam beberapa waktu ke depan Indonesia benar akan mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Salah satu karya Prof. Hardjoso terkait pengairan pasang surut di Kalimantan dan Sumatera, berupa Tripikon-S (Tri (tiga) Pi (pipa) Kon (konsentris) S (septik)) pada tahun 1989. Tripikon-S sebagai alternatif teknik penanganan limbah domestik dan limbah rumah tangga yang murah dan mudah pembuatannya. Tripikon-S dapat digunakan untuk tangki septik kakus atau jamban rumah tangga di daerah yang air tanahnya dangkal, daerah pasang surut, dan daerah rawa, atau pada daerah berlahan sempit. Pada perkembangannya Tripikon-S berkembang menjadi Tripikon-S Plus dan mengalami modifikasi dalam peningkatan bakteri pengurai.
Tidak hanya Tripikon-S, beberapa penemuan lain yaitu Subromarto (instalasi insenirasi/pembakaran limbah untuk menghasilkan uap dan air panas) pada tahun 1990, Nalareksa (alat analisis udara) pada tahun 1992, Sikate (penampungan air tanah), Ki Panca Sihir (semprotan pembersih air), Nyi Bunga Sihir dan Cak Kilang Sihir (alat pembersih air tanpa bahan kimia) pada 2001-2003, Jumantara (stasiun cuaca kecil) pada 2004, Laboratorium Lapangan Kawasan Teknologi Tradisional di kawasan UGM, dan masih banyak lagi karya beliau. Prof. Hardjoso tidak memberikan nama untuk semua penemuannya, namun dapat kita lihat bahwa kearifan lokal muncul pada nama temuan Prof. Hardjoso.
Prof. Hardjoso tidak pernah mematenkan karya dengan tujuan supaya masyarakat mudah mendapatkan dan tidak perlu membayar untuk menggunakannya. Demikian pula dengan banyaknya usulan pemberian penghargaan selalu beliau tolak. Rasa cinta pada tanah air, menjadi bahan bakar semangat Prof. Hardjoso dalam berkarya. Hingga mendekati usia senja, Prof. Hardjoso masih aktif melakukan penelitian tentang teknik sipil hidro tradisional dan menjadi salah satu staf pengajar di Laboratorium Teknologi Tradisional Pasang Surut di Teknik Sipil UGM. Prof. Ir. Hardjoso Prodjopangarso meninggal dunia, pada tanggal 10 Agustus 2013 pukul 19.30 WIB di rumah Kota Baru, Yogyakarta dalam usia sembilan puluh tahun karena sakit.
Semangat dalam berkarya yang diwariskan oleh Prof. Hardjoso, mahasiswa nomor urut 001 UGM, sangat patut untuk kita teladani. Pengabdian yang selama ini dilakukan mahasiswa saat diterjunkan ke daerah-daerah seharusnya bisa menjadi inspirasi tentang apa yang bisa kita perbuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kita dapat mengikuti cara yang dilakukan Prof. Hardjoso sebelum menghasilkan karya yaitu dengan melihat langsung kondisi di daerah. Semangat dalam mengembangkan ilmu untuk kepentingan masyarakat luas melalui karya-karya beliau masih bisa kita saksikan beberapa tersimpan pada Museum UGM. (Nurkhasanah Eka Riyani)
Referensi :
Arief, M., 2011. Amiboyz. [Online]
Available at: http://amiboyz.blogspot.com/2011/05/prof-ir-hardjoso-prodjopangarso.html
[Accessed 7 Mei 2020].
Dewi, 2019. Kagama.co. [Online]
Available at: http://kagama.co/kisah-hardjoso-prodjopangarso-dari-hampir-dihukum-mati-penjajah-hingga-segudang-karya-teknologi-untuk-rakyat/2
[Accessed 7 Mei 2020].
Humas UGM, 2013. Universitas Gadjah Mada. [Online]
Available at: https://ugm.ac.id/id/berita/8070-guru-besar-fakultas-teknik-prof-hardjoso-meninggal-dunia
[Accessed 9 Mei 2020].
Pratiknyo, Y. S. & Ekaningsih, N. D., 2018. Inventions in Technology and Education from Professor Hardjoso Projopangarso: A Phenomenology Research. Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), Volume 330, pp. 204-204.