Universitas Gadjah Mada sebagai universitas nasional yang lahir dalam kacah perjuangan kemerdekaan memberikan sumbangsih melalui penelitian dan kajian-kajian mengenai negara. Ketika situasi Indonesia ibarat telur di ujung tanduk karena adanya usaha-usaha untuk menggantikan Pancasila sebagai dasar Negara di masa demokrasi liberal (periode 1950-1959), munculah seorang tokoh pemikir yang mengembalikan tempat dan kedudukan Pancasila di dalam ketatanegaraan Indonesia.
Tokoh yang sangat kental dengan Pancasila ini yakni Prof. Notonagoro, lahir di Sragen Jawa Tengah pada tanggal 10 Desember 1905 dengan nama Soekamto. Kemudian beliau menikah dengan G.R.A. Koestimah, putri dari Pakubuwono X. Gelar yang beliau sandang adalah Raden Mas Tumenggung Notonagoro. Dari pernikahan itu, beliau dikaruniai dua orang anak Bernama B.R.A.Y. Mahyastoeti Sumantri, S.H. dan B.R.A.Y. Koesmoehamdarimah Heryanto. Prof. Notonagoro pernah bekerja di kantor pusat keuangan negeri Surakarta pada tahun 1932-1938. Selama itu juga, di tahun 1922-1939 belau mengajar di Particuliaere Algemene Middelbare School di Jakarta. Kemudian, Prof. Notonagoro juga pernah menjabat sebagai ketua bank pada tahun 1933-1940.
Setahun setelah Indonesia merdeka, Prof. Notonagoro diminta untuk bergabung dengan Kementrian Kemakmuran. Tahun berikutnya, beliau mulai mengajar di Fakultas Pertanian di Klaten, Jawa Tengah. Prof. Notonagoro juga pernah menjabat sebagai penasihat Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K) di Yogyakarta di tahun 1949. Di tahun yang sama, beliau juga diminta untuk ikut membantu mendirikan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Kemudian, Prof. Notonagoro menjadi dosen tamu yang mengajar hukum agraria. Tiga tahun selepas itu, beliau diangkat menjadi dekan Fakultas Hukum.
Prof. Notonagoro menjadi pelopor pendirian Fakultas Filsafat UGM tahun 1968. Atas pengabdian dan dedikasi beliau kepada bangsa, Prof. Notonagoro memperoleh penghargaan di antaranya: Anugerah Pendidikan, Pengabdian, dan Ilmu Pengetahuan sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap negara sebagai pengabdi dan pendorong dalam bidang sosial dan humanitas pemerintah pada tahun 1970. Dua tahun kemudian Prof. Notonagoro mendapatkan Anugerah Bintang Kartika Eka Paksi sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap Angkatan Darat RI. Kemudian pada 19 Desember1973 Beliau mendapat Anugerah Derajat Doktor Honoris Causa dalam Ilmu Filsafat di UGM.
Semua penghargaan yang diterima oleh Prof. Notonagoro tidak lepas dari dedikasi dan jasa-jasanya terutama dalam menjaga keutuhan dan keamanan bangsa melalui pemikiran mengenai Pancasila sebagai pedoman dan dasar negara. Beliau menilai berdasarkan konsep staatsfundamentalnoorms, Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat diubah oleh siapa pun. Selain itu, sifat dari staatsfundamentalnoorms adalah sesuatu yang hanya sekali terjadi. Konsep tersebut dianggap sebagai penyelamat bangsa dari adanya usaha-usaha untuk menggantikan Pancasila sebagai dasar negara sehingga Presiden Soekarno kala itu mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Peristiwa sebelumnya, di tanggal 17 Februari 1959, Kagama menyelenggarakan Seminar Pancasila I di Yogyakarta. Dalam seminar itu, Prof. Notonagoro menyumbangkan pemikirannya secara ilmiah mengenai Pancasila. Menurut beliau, pengertian Pancasila secara ilmiah ialah dasar negara yang mutlak dan objektif melekat pada kelangsungan negara, tidak bisa diubah dengan jalan hukum. Beliau mengungkapkan hal tersebut karena keinginannya untuk mencari jalan keluar dari ketidakpastian mengenai dasar negara RI dalam pembicaraan Konstituante. Menurut Prof. Notonagoro, Konstituante bisa berjalan dengan baik bila menerima Pembukaan UUD 1945 sebagai Pembukaan UUD yang baru. Hal tersebut dikarenakan dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat pengertian ilmiah bahwa undang-undang itu merupakan pokok kaidah negara yang fundamental dan secara hukum tidak dapat diubah.
Pancasila juga tercantum dalam kaidah negara yang fundamental, maka Pancasila sebagai dasar negara juga tidak dapat diubah dengan jalan hukum. Dengan demikian, gagasan tersebut menjadi penunjang adanya Pancasila yang berfungsi untuk menunjang satu hal yang ideal. Prof. Notonagoro mengembangkan Pancasila dari sudut ‘filsafati’ sehingga melahirkan filsafat Pancasila yang sampai sekarang wajib dipelajari oleh setiap perguruan tinggi. Filsafat Pancasila gagasan Prof. Notonagoro menguraikan dan menjelaskan peranan Pancasila dalam kehidupan bernegara.
Melanjutkan kajian dari Prof. Notonagoro, UGM terus melakukan pemantauan teradap negara akan prinsip-prinsip konstitusi hingga kini. Tahun 2000-an, UGM mengadakan Semiloka Kagama “Evaluasi Kritis atas Proses dan Hasil Amandemen UUD 1945” dengan menghasilkan beberapa pokok rumusan. Dari hasil semiloka ini, ditujukan untuk merekomendasikan pada sidang Tahunan MPR pada Agustus 2002 untuk berpegang teguh pada tiga pokok, yakni (1) melakukan sinkronisasi dan reorganisasi hasil amandemen pertama hingga ketiga; (2) melakukan amandemen pasal 37 UUD 1945 tentang pembentukan komisi konstitusi; (3) selama proses tersebut harus tetap berpegang teguh pada komitmen mempertahankan Pembukaan UUD 1945.
Prof. Notonagoro tutup usia pada 23 September 1981. Untuk mengenang jasa-jasanya, beberapa koleksi terkait Prof. Notonagoro tersimpan di Museum UGM. Ayok sobat museum singgah ke museum UGM dan mengenal lebih dekat tentang Prof. Notonagoro. [Ariq]
Referensi
Fajrin, 2018. kagama.co [online] http://kagama.co/2018/05/31/notonagoro-sang-pelopor-filsafat-pancasila/4/ [Accessed 30 October 2021]
Maryatun, Isti. None. Peran Prof. Notonagoro dalam Pengembangan Pancasila. Telisik.
https://id.wikipedia.org/wiki/Notonagoro#CITEREFBahari2011 [Accessed 30 October 2021]
%VIEW_COUNT% views